Skip ke Konten

Forum R20 dan Masyarakat Global: Best Practice Bingkai Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

2 November 2022 oleh
khaerunnisaihwan

Forum R20 dan Masyarakat Global: Best Practice Bingkai Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

Oleh: Muhammad Haramain (Dosen IAIN Parepare)

OPINI— Sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan budaya. Dalam konteks keragaman agama yang ada di Indonesia, salah satu aspek aktual yang akan dibahas adalah harmonisasi kehidupan beragama di Indonesia.

Kajian kerukunan umat beragama menjadi penting karena belakangan ini sentimen keagamaan menyebar, baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain seperti di kalangan Muslim dan Yahudi di Palestina-Israel, di kalangan Hindu dan Muslim di India; dan permasalahan lainnya.

Perlu dicatat bahwa konflik antar agama muncul tidak selalu karena sentimen keagamaan, tetapi seringkali dipicu oleh kepentingan politik-ekonomi dimana agama sering dijadikan sebagai “justifikasi” untuk menyulut konflik, sehingga seolah-olah merupakan konflik agama.

Di Indonesia, pemicu kerusuhan terkait isu sentimen keagamaan cukup tinggi, seperti kasus Poso, Maluku, dan di tempat lain. Kita tidak bisa menutup mata, meskipun faktor sosial, politik, dan ekonomi cukup berwarna, agama tidak dapat disangkal perannya dalam konflik sosial.

Hal ini terutama terkait dengan sikap yang kurang toleran terhadap pemeluk agama lain, meskipun dalam ajaran agama dianjurkan untuk bersikap toleran. Dalam menyiarkan ajarannya, pemeluk agama seringkali berusaha meyakinkan

Kerukunan umat beragama di Indonesia secara umum sudah relatif baik, ditandai dengan terpeliharanya budaya kerukunan dan kedamaian antar umat beragama di beberapa daerah. Meskipun dalam beberapa waktu lalu telah terjadi konflik sosial horizontal seperti di Poso dan Ambon, konflik tersebut tidak semata-mata agama atau dilatarbelakangi oleh faktor agama. Konflik sosial tersebut disebabkan oleh faktor non-teologis seperti faktor sosial, ekonomi, politik dan budaya. Agama menjadi faktor pembenaran sehingga konflik tampak bernuansa religi.

Gus Yahya, Ketua Umum PBNU selaku penggagas R20, menyatakan bahwa negara Indonesia bisa menjadi semacam potret ideal bagi kerukunan umat beragama di seluruh dunia. Potret kerukunan ini antara lain terlihat dari pelaksanaan ritual keagamaan dan pembangunan tempat ibadah. Indonesia layak dijadikan acuan dalam rangka mengkaji kehidupan beragama masyarakat global.

Pencapaian kerukunan umat beragama yang telah dicapai saat ini tentu saja tidak bisa dikatakan final. Hal ini dikarenakan dalam kerukunan ini masih terdapat potensi disharmoni dan disrupsi dari perkembangan global yang berimplikasi pada kehidupan umat beragama di Indonesia.

Tentunya harapan utama dari acara R20 di Bali ini agar kerukunan tidak hanya terwujud sebagai harmoni yang ditata atau dipaksakan untuk akur (pseudo-tolerance). Kerukunan antar umat beragama hanya ada pada tataran pemuka agama dan ulama, sedangkan pada tataran akar rumput kerukunan yang sejati dan murni belum tercipta.

Dalam konteks ini, diperlukan strategi kerukunan yang dapat menjembatani terciptanya kerukunan yang sejati. Kerukunan yang perlu dikembangkan adalah kerukunan sejati, yaitu kerukunan yang bertumpu pada sikap ikhlas untuk memahami, menghargai, dan saling membantu dalam berdialog budaya dan kehidupan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, diperlukan strategi yang komprehensif dan simultan, termasuk upaya internal umat beragama dan dukungan eksternal dari pemerintah.

Secara umum, strategi kerukunan umat beragama di masyarakat global ke depan meliputi dua langkah utama: pertama, proses penyadaran oleh para pemuka agama terhadap pemeluknya masing-masing untuk mengembangkan budaya damai dengan menekankan pesan perdamaian dari agama. Kedua, dialog antar umat beragama dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu dialog budaya dalam berbagai aspeknya, termasuk dialog teologis. Namun dialog ini harus bertumpu pada otentisitas, ketulusan dan keterbukaan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dan membangun kerjasama antar umat beragama di dunia.

Dalam pandangan pemerintah RI, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menegaskan bahwa pembangunan toleransi dan kerukunan antarumat beragama merupakan kerja bersama para tokoh agama, menteri agama, masyarakat, dan juga aparat Kementerian Agama dari waktu ke waktu. Pengalaman hidup beragama di Indonesia membuktikan bahwa toleransi dan kerukunan tidak tercipta hanya dari satu pihak, sementara pihak lain memegang haknya sendiri. Kementerian Agama RI juga sedang mengembangkan moderasi beragama, agar toleransi dan kerukunan yang ada semakin mengakar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Lebih lanjut, Gus Men menegaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan Pancasila, tidak ada diktator mayoritas atau tirani minoritas. Dalam hal ini seluruh umat beragama dituntut untuk saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing, dimana hak seseorang dibatasi oleh hak orang lain.

Kerukunan hidup beragama juga menjadi kata kunci dalam upaya mewujudkan masyarakat yang maju, sejahtera, mandiri, dan berdaya saing tinggi. Karena tanpa kerukunan, bangsa Indonesia justru akan semakin terpuruk dalam bayang-bayang konflik sosial horizontal yang berkepanjangan.

Secara fundamental, Gus Dur juga telah mengarusutamakan konsep “Pribumi Islam” yang mencoba menginisiasi pemahaman yang mempertimbangkan kebutuhan lokal dalam merumuskan hukum agama tanpa mengubah hukum itu sendiri. Gagasan Pribumi Islam merupakan jawaban atas permasalahan yang dihadapi umat Islam dari masa lalu, yaitu bagaimana mendamaikan budaya dengan norma. Menurut Gus Dur, tumpang tindih antara agama dan budaya akan terus terjadi sebagai proses yang akan memperkaya kehidupan. Konsep ini, menurut Gus Dur, memposisikan Islam sebagai ajaran normatif yang bersumber dari Tuhan yang diakomodasi ke dalam budaya yang berasal dari manusia tanpa kehilangan identitasnya masing-masing.

Beberapa argumentasi pokok gelaran R20 yang menyoroti signifikansi agama dan kehidupan beragama masyarkat global; Pertama, dalam kondisi kerukunan antar umat beragama saat ini, masih terdapat potensi disharmonisasi akibat perkembangan global dan pola interaksi antar umat beragama yang cenderung eksklusif. Kedua, terjadinya konflik sosial horizontal di berbagai negara, menuntut perhatian semua pihak, termasuk PTKI, untuk memberikan solusi guna mengantisipasi munculnya konflik sosial baru bagi peradaban dunia.

Perkembangan ekstremisme dan fundamentalisme di kalangan umat beragama memberikan peluang bagi para pemimpin dunia dan seluruh komponen bangsa lainnya untuk membangun kehidupan beragama yang harmonis. Kerukunan antar umat beragama sangat berpengaruh dalam kehidupan bernegara untuk menciptakan kerukunan dalam masyarakat global.



di dalam Berita
khaerunnisaihwan 2 November 2022
BAGIKAN POSTINGAN ini
Label
Arsip