Skip ke Konten

Politik Parokial, Kandidat Gagal dan Wawasan Kebangsaan Menjelang Pemilu

18 Mei 2023 oleh
mifdahilmiyah

Oleh: Sudirman Ismail (Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam IAIN Parepare)

Penyelenggaraan pemilu 2024 secara resmi ditetapkan pemerintah melalui peraturan Komisi Pemilihan Umum (Pemilu) nomor 3 Tahun 2022. Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien dengan pemungutan suara yang akan diselenggarakan pada tanggal 14 Februari 2024. 

Beberapa minggu yang lalu, petugas pantarlih (Pantarlih adalah petugas yang dibentuk oleh PPS atau PPLN untuk melakukan pendaftaran dan pemutakhiran data pemilih) sudah mendata penduduk melalui kartu keluarga. Apakah pendudk tersebut sudah termasuk wajib pilih pada tanggal 14 Februari 2022.

Masih ada budaya politik parokial
Saat ini masih adanya budaya politik parokial dalam arti seperti kata orang budaya 'yes bos atau asal bapak senang'. Masyarakat parokial (tradisional) hanya menurut apa yang dikatakan oleh pemerintah tanpa protes walaupun dalam hati mengomel. Jadi pada budaya politik parokial, masyarakatnya kurang pemahaman dalam bidang politik. Masyarakat belum menjadi budaya politik partisipan yang mampu mendukung dan pengawas jalannya pemerintahan atau menjadi sosial kontrol.

Budaya politik semacam ini sangat gampang memberi dukungan kepada calon kandidat dengan iming-iming serangan fajar atau money politik. Ini kenyataan, karena masyarakat awam masih mau menerima dana dari tim sukses politisi. Para tim sukses beraksi dan ini kenyataan yang tak dapat disangkal di negara kita. 

Money politik dan kandidat gagal

Walaupun masyarakat masih menginginkan perubahan, baik dalam pembangunan maupun kesejahteraan, namun pada akhirnya saat akan memilih calon-calon wakil rakyat, terjadi pengkhianatan. Bahkan ada di suatu daerah, ada masyarakat yang hanya menunggu caleg yang bisa memberikan isi amplop terbanyak. Penerima serangan fajar mengatakan "saya punya kandidat tersendiri". Tapi kenapa uangnya diambil juga? Semuanya pemberian dikumpul, baik pakaian atau sembako. Kandidat atau caleg memberi agar mendapat dukungan suara. Di sini, caleg butuh suara, warganya lebih-lebih butuh dana. Di sinilah terkadang banyak kerugian dari para calon wakil rakyat. Apakah itu bakal calon eksekutif atau legislatif. Ya, begitulah politik orang awam. 

Hilang sifat jujurnya, mana kebebasan? tak ada lagi rahasia. Mana asas pemilu Luber Jurdil (Langsung umum, bebas, rahasia, jujur dan adil) ? Di sisi lain, caleg atau kandidat yang sudah mempercayakan kepada timnya merasa kecewa frustasi. Dana miliaran, katakanlah ratusan juta amblas tanpa mendapatkan kursi atau tidak terpilih. Tidak sedikit kandidat yang gagal menjadi stress.

Pemahaman Wawasan Kebangsaan bagi para pemilih

Terkadang terjadi rasa kecewa setelah adanya pengumuman hasil pemilu. Ada yang menolak dan ada yang menerima. Karenanya, sebagai solusi, jauh-jauh sebelumnya masyarakat diberikan pendalaman dan pemahaman wawasan kebangsaan. Pemilu bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan menyalurkan aspirasi kita dan pemilu juga bisa memilih pemimpin untuk kita, baik di daerah maupun di pusat. 

Cobalah berikan kebebasan kepada warga untuk menyampaikan aspirasinya tanpa ada unsur penekanan atau intimidasi. Pemahaman ini penting bagi masyarakat terkait wawasan kebangsaan dan ilmu politik. Sadarkanlah keluarga dan warga melalui sosialisasi dari Bawaslu dan Kesbangpol. Guru Pendidikan Pancasila juga memegang peranan dalam pembinaan karakter dan moral bangsa. Bagaimana menilai rekam jejak, mereka yang aktif berpartisipasi dalam pembangunan bukan memilih karena kepentingan sesaat. Beri kesadaran bahwa satu suara sangat menentukan masa depan negara. Jangan berpikir untuk tidak memilih atau golput. Tanamkan dalam jiwa mereka sifat jujur dan amanah, bahwa kelangsungan hidup bangsa ada di tangan mereka.

di dalam Opini
mifdahilmiyah 18 Mei 2023
BAGIKAN POSTINGAN ini
Label
Arsip